Monday, November 21, 2011

nasihat manglayang

      menjelang pergantian tahun baru 2010, saya bersama rekan-rekan sejawat merencanakan untuk mendaki salah satu gunung di Bandung yaitu gunung Manglayang. kami memang bukan pecinta alam, namun secara teoretik kami adalah pendaki sipil, mendaki hanya sekedar hobi semata.
       dengan perencanaan yang matang, akhirnya kami pun siap untuk mendaki gunung tersebut. kami berjumlah enam orang yaitu Hilman, Ryan, fauzan, kukuh, izzudin, dan a hendri. seperti kita ketahui, bulan desember dan januari merupakan musim penghujan. dimana curah hujan cukup tinggi.
      saya sendiri pun senantiasa menyiapkan segala hal yang dibutuhkan untuk pendakian, baik berupa fisik, mental, dan peralatan yang ketika itu apa adanya. namun, pendakian ketika itu merupakan pendakian ternekat yang pernah saya lakukan. ketika itu, merupakan masa tenang di perkuliahan karena menjelang pelaksanaan Ujian Akhir Semester 1. seharusnya sih, selaku mahasiswa baru yang akan menghadapi Ujian Akhir Semester mempersiapkan diri dengan belajar yang rajin.
       sehari sebelum keberangkatan, saya mencoba memberanikan diri untuk meminta izin kepada orang tua. ternyata orang tua tidak mengijinkan saya untuk melakukan pendakian. memang, pendakian-pendakian sebelumnya yang saya lakukan pun, orang tua tidak pernah mengijinkannya. dengan alasan, 'ngapain kamu naik gunung, cuman mempersusah diri aja'. sekalipun tidak diberikan izin, saya selalu memaksa untuk diizinkan oleh orang tua. tentu saja, saya tidak berani melakukan pendakian tanpa izin dan restu orang tua.
     pendakian ke manglayang ini, orang tua saya benar-benar tidak mengijinkan saya. saya mencoba memaksa berkali-kali, tetap saja jawabannya tidak. orang tua saya mengatakan 'sekarang ini sedang musim penghujan, dan kamu tu akan melaksanakan ujian akhir semester. dari pada naik gunung mending di rumah aja. enak di rumah tu, enggak akan kedinginan dan makan pun enggak akan susah. pokoknya jangan naik gunung'. saya tetap memaksa untuk melakukan pendakian, enggak mungkin juga saya membatalkan pendakian karena saya sudah mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan untuk pendakian, ketika itu saya sedang jomblo juga, dan ingin merasakan momen tahun buru di puncak gunung.
       akhirnya pendakian pun kami lakukan. 
      kami mengambil rute awal dari persimpangan sumedang, bandung, cileunyi. saat itu, cuaca nya memang kurang bagus. awan mendung dan angin cukup besar. feel saya mengatakan, tidak akan lama lagi hujan kan turun. ternyata benar, hujan turun dengan deras. memang perjalanan awal tidak terlalu lama, ada sekitar satu jam lebih.
       sesampainya di camp pertama, kondisi disitu sangat gelap, karena memang intensitas pohon disana cukup rapat, lebat, dan tinggi-tinggi. daerahnya cukup dingin, fasilitas air cukup baik, terdapat wc dan mushala. jangan aneh y. karena emang daerahnya sudah menjadi objek legal camping.
      keesokan harinya, kita siap untuk berangkat menuju puncak. tentu saja sebelum pendakian kita sarapan terlebih dahulu dan mempersiapkan air sebanyak-banyaknya. rute yang ditempuh menuju puncak, tidak terlihat baik. sehingga pendakian hanya mengandalkan insting semata. intinya kalo misalkan jalannya turun, berarti tersesat, tapi kalo jalannya menanjak dan menuju puncak, itu jalan yang benar. sekalipun jalanan itu harus menginjak kebun orang dan jalanan itu tidak biasa dilewati orang-orang.
       pukul 13:00, sampai di puncak bayangan manglayang. disitu terdapat dua kuburan yang tidak tertulis nama. kami mengurungkan niat untuk melanjutkan perjalanan, karena emang sedang turun hujan. akhirnya, kita membuka satu tenda untuk berteduh dan berdiam di dalam tenda sekitar 1 jam lebih. terlalu beresiko untuk melanjutkan perjalanan ke puncak, dengan kondisi tanah yang licin, hanya memperbesar peluang untuk mati saja.
     pukul 14:00, hujan mulai mereda. karena tujuan awal adalah puncak, sehingga perjalanan pun kan dilanjutkan. terbersit penyesalan dalam hati, karena ketika itu saya sedang tidak dalam kondisi nyaman. hujan lebat, baju dan celana basah, belum shalat dzuhur, terus bau badan sih sudah pasti, belum makan, dan kotor-kotor karena terkena  lumpur. pokoknya sangat tidak nyaman.
        saya punya harapan, pendakian ini cepat berakhir. dan ketika sampai puncak, langsung turun ke camp. sesampainya di puncak, teman saya berpendapat untuk bermalam di puncak. suatu pendapat yang tidak bisa saya terima, karena memang, hujan cukup lebat, angin cukup besar, kondisi puncak yang sempit, kalo pun dipasang tenda, kanan dan kiri tenda merupakan jurang, kondisi semakin tidak memungkinkan untuk bermalam di puncak manglayang. belum lagi kondisi air yang mulai menipis. akhirnya saya pun berani untuk mengeluarkan pendapat bbahwa bermalam di puncak bukan merupakan pilihan yang baik.
       tapi, kebanyakan dari kami memilih untuk bermalam di puncak. sekalipun saya tidak setuju, tetap saja saya pasti akan bermalam di puncak, karena enggak mungkin juga saya turun sendirian. dengan hati terpaksa saya membantu rekan-rekan mendirikan tenda. di puncak kita tidak sendirian. banyak sekali pendaki yang bermalam di puncak. tidak tahu mengapa, pendaki lainnya memilih tempat yang tidak tertutupi pohon. yang pastinya, ada alasan tersendiri bagi mereka.
     tenda telah berdiri, namun hujan tak kunjung reda. kami semua hingga menjelang maghrib belum melaksanakan dua shalat wajib yaitu dzuhur dan isya. karena shalat itu wajib, kami semua melaksanakan shalat secara bergantian di dalam tenda. ada sebuah ide dari salah satu teman saya, bahwa kita harus 'nandean' air hujan dengan menggunakan panci dan piring yang kami punya. mungkin saja air hujan itu akan bermanfaat suatu saat nanti.
         setelah selesai shalat, saya berdiam diri di tenda. karena emang di luar masih hujan deras. kondisi dalam tenda pun basah, yang diakibatkan oleh kebocoran pada tenda. kondisi hati semakin tidak nyaman saja, seketika itu teringat nasihat orang tua saya yang mengemukakan alasannya untuk melarang saya melakukan pendakian. tapi, saya tetap bersi keras untuk melakukan pendakian. saya mulai bertanya dalam diri, apakah ini adalah bentuk peringatan dari Sang Maha Kuasa?, karena saya tidak menuruti nasihat orang tua. penyesalan dalam batin terus saya alami hingga malam hari. malahan, di dalam hati saya pernah membuat pernyataan seperti ini, 'ini adalah pendakian terakhir saya'.
      manglayang menasihati saya untuk mendapatkan restu orang tua terlebih dahulu sebelum melakukan pendakian. kalo tidak, penyesalan dalam diri lah yang akan diterima ketika pendakian. terima kasih Allah yang senantiasa memberikan hikmah pada setiap hambanya yang beriman. Alhamdulillah.

No comments:

Post a Comment